Resensi Novel "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono
2.1. Sinopsis Novel
Sosok
Sarwono adalah dosen muda yang mengajar Antropolog yang lihai dalam membuat
baitan puisi memenuhi sudut surat kabar ini menjalin hubungan dengan Pingkan,
Pingkan sendiri merupakan dosen muda di prodi Jepang. Pada dasarnya mereka
sudah kenal sejak lama, apalagi Sarwono sendiri adalah teman dari kakak
Pingkan, Toar.
Mereka pun bingung sampai kapan
hubungan ini dapat berlanjut ke pernikahan. Sebuah prosesi yang membutuhkan
pemikiran dan tahap lebih dewasa. Sementara pada saat ini, mereka masih asyik
dengan status pacaran sekarang.
Ada banyak likuan hidup yang
dihadapi Sarwono dengan Pingkan. Terlebih mereka adalah sosok yang berbeda dari
kota, budaya, suku, bahkan agama. Sarwono yang dari kecil hidup di Solo, sudah
pasti orang Jawa. Sedangkan Pingkan adalah campuran antara Jawa dengan Menado.
Ibu Pingkan adalah keturunan Jawa yang lahir di Makassar, sedangkan bapakPingkan
berasal dari Menado.
Di sini mereka berdua tidak
mempersoalkan apa itu suku beda, atapunkeyakin yang berbeda. Ya Sarwono yang
sangat taat pada agamanya (Islam), dan sosok Pingkan yang juga meyakini agama
(Kristen) sepenuh hati.
Permasalahan tentang agama ini
dicuatkan oleh keluarga besar Pingkan yang di Menado. Dengan berbagai cara
mereka selalu bertanya pada Pingkan tentang hubungannya dengan Sarwono.
Pertanyaan yang terlihat berniat menyudutkan, berharap Pingkan tidak
melanjutkan hubungan dengan Sarwono. Harapan keluarga besarnya adalah dia
menikahi sosok dosen muda yang pernah kuliah di Jepang dan sekarang mengajar di
Manado.
Sosok pemuda yang dari dulu juga
menaksir Pingkan. Namun dengan berbagai upaya, Pingkan tetap bersikukuh
mempertahankan hubungan itu dengan serius.Bahkan, dia berencana kalau menikah
akan meninggalkan Menado dan tinggal selamanya di Jakarta. Tempat dia berkerja
sebagai dosen.
Hubungan asmara Pingkan dan Sarwono
ini tidak hanya mendapatkan aral dari keluarga besar Pingkan saja. Ketika
Pingkan berhasil mendapatkan beasiswa ke Jepang, Sarwono merasa kehilangan dan
ketakutan. Ketakutannya bukan dari keraguannya atas cinta Pingkan, namun lebih
pada kehidupan dan orang yang ada di Jepang.
Yah, di Jepang ada sosok sontoloyo
Katsuo. Katsuo sendiri adalah dosen Jepang yang pernah kuliah di UI, tempat
Sarwono dan Pingkan mengajar sekarang. Dan selama di Indonesia, Katsuo sangat
dekat dengan Pingkan.
Tidak hanya alur tentang bagaimana
Sarwono menahan diri dan meyakinkan dirinya sendiri kalau Pingkan tetap setia
padanya. Di sini juga ada cerita bagaimana Sarwono harus kuat melawan batuk
yang tidak berkesudahan.
Batuk yang pada akhirnya membuat dia
harus terkapar di pembaringan Rumah Sakit. Ada juga kisah tentang arti dari
penamaan Pingkan, ya nama Pingkan diambil dari sebuah cerita yang sudah
melegenda di Menado.
2.2. Kelebihan dan Kekurangan Novel
2.2.1.
Kelebihan Novel
Cover dari
novel ini sangat menarik dengan efek tulisan yang basah karena terkena tetesan
air hujan.
Gaya bahasa yang digunakan penulis
kurang bisa dipahami secara langsung. Ditambah lagi akhir cerita yang masih
menggantung. Karena dalam novel tersebut tidak ada kejelasan bagaimana rencana
pernikahan Sarwono dan Pingkan atau paling tidak akhir dari hubungan mereka dan
keluarga besar Pingkan.
2.2.2. Kekurangan Novel
Menambah pengetahuan pembaca mengenai
kebudayaan Minahasa dan Solo melalui tokoh Pingkan dan Sarwono. Ditambah lagi
sedikit informasi mengenai kehidupan dan hiruk pikuk yang terjadi diseputaran
sebuah universitas.
2.3. Ide yang Ingin Disampaikan oleh
Pengarang
Ide yang
ingin disampaikan pengarang adalah toleransi antar umat beragama, toleransi
budaya dan suku, serta kesetiaan cinta sepasang kekasih.
2.4. Majas dan Pencitraan Novel
2.4.1. Majas
1. Majas Asosiasi
·
Pada kalimat “Ia suka sakura yang
hanya mekar seminggu di awal musim semi, dan langsung gugur bagaikan ronin yang
dipenggal kepalanya oleh samurai yang dikhianatinya.” (bab 2 halaman 12)
Penjelasan : Kalimat tersebut
memiliki majas perbandingan yang ditandai dengan kata “bagaikan”.
2. Majas Hiperbola
·
Pada kalimat “Cahaya matahari
pertama bersinggungan dengan cakrawala” (bab 2 halaman 45)
Penjelasan : Memiliki makna berlebihan yang artinya pagi
hari.
·
Pada Kalimat “Pingkan merasa lepas
dari tubuhnya” (bab 2 halaman 33)
Penjelasan : Memiliki makna berlebihan yang artinya
merasa kelelahan.
3. Majas Satire
·
Pada kalimat “Kuping Jawa itu yang
suka ngeloyor ke sana kemari dan kalau nyanyi tidak jelas itu macapat atau
sonata” (bab 2 halaman 33)
Penjelasan : Memiliki maksud untuk
mengecam atau menertawakan
4. Majas Metonimia
·
Pada kalimat “Musashi yang suka
minum Coca-Cola” (bab 2 halaman 52)
Penjelasan : Memakai merk
“Coca-cola” untuk menggantikan pengucapan minuman bersoda
·
Pada kalimat “Garuda yang langsung
dari Menado mendarat agak terlambat.” (bab 2 halaman 67)
Penjelasan : Memakai atribut
“Garuda” untuk menggantikan pengucapan maskapai pesawat Garuda Indonesia.
5. Majas Personifikasi
·
Pada kalimat “Terdengar lengkingan
suara penyanyi dan jerit gitar elektrik yang menjadi ciri band itu” (bab 2
halaman 47)
Penjelasan : Mengungkapkan bahwa gitar seolah-olah
dapat menjerit seperti manusia.
2.4.2. Pencitraan
1. Penglihatan
·
Pada kalimat “Liat itu yang duduk di
sudut” (bab 2 halaman 13)
·
Pada kalimat “Di jalan pulang
dilihatnya beberapa anak dengan seragam merah-putih berjalan setengah menari
setengah menyanyi” (bab 2 halaman 87)
·
Pada kalimat “Rombongan Menado itu
hampir serentak menoleh kepada mereka” (bab 2 halaman 73)
2.
Pendengaran
·
Pada kalimat “Hujan, bisiknya entah
pada siapa” (bab 1 halaman 2)
·
Pada kalimat “Terdengar lengkingan
suara penyanyi dan jerit gitar elektrik yang menjadi ciri band itu” (bab 2
halaman 47)
·
Pada kalimat “Sebuah ruang kedap
suara yang merayakan senyap” (bab 2 halaman 44)
3. Penciuman
·
Pada kalimat “Tanpa aroma tanpa
warna” (bab 2 halaman 44
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Novel karya
Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Hujan Bulan Juni” diterbitkan pada bulan Juni tahun 2015. Novel
inimemiliki nilai-nilai moral yang sangat terasa, mengajarkan untuk saling
toleransi terhadap perbedaan agama, budaya, suku, serta kesetiaan cinta
sepasang kekasih. Tulisannya membuat pikiran pembaca melayang-layang seperti
seorang penyair yang pandai memuji, namun kerap kali terlihat rapuh dan mudah
meneteskan air mata. Pergolakan hati yang terus bertanya bisa tetap meyakinkan
diri dalam satu hubungan, kalau kenyataan yang dihadapi harus saling berjauhan.
Alur ceritanya sulit ditebak dan membuat kita terhanyut dalam alurnya ketika
sedang membacanya. Saya merekomendasikan novel ini untuk dibaca dan dimiliki,
sebuah novel yang cara penulisannya berbeda serta dipenuhi syair di setiap
kalimatnya.
Sumber:
http://library.uny.ac.id/sirkulasi/index.php?p=show_detail&id=55499&keywords=Hujan+bulan+juni
https://journal.uny.ac.id/
https://www.uny.ac.id
Sumber:
http://library.uny.ac.id/sirkulasi/index.php?p=show_detail&id=55499&keywords=Hujan+bulan+juni
https://journal.uny.ac.id/
https://www.uny.ac.id
Komentar
Posting Komentar